Selasa, 12 Februari 2013

Hukum Meninggalkan Shalat Fardhu


Ustadz, apakah meninggalkan shalat (sama sekali tidak pernah mengerjakan shalat) dapat menyebabkan seseorang keluar dari agama islam (murtad)? Bagaimana dengan seseorang yang mengerjakan shalat namun tidak penuh lima waktu dalam sehari (bolong-bolong) dan halalkah kita memakan daging sembelihannya? (M. Hidayat-Riau)


Allhamdulillah. Semoga shalawat dan salam dilimpahkan kepada Rasulullah, para sahabat dan para pengikut setia beliau.
Para ulama sepakat, jika seseorang meninggalkan shalat karena juhud (tidak mengakui kewajibannya)-meskipun hanya sekali-maka ia dihukumi kafir. Sedangkan jika ia meninggalkannya karena malas, para ulama berbeda pendapat. Menurut Umar bin Khattab, Muadz bin Jabal, Abdullah bin Mas'ud, dan Imam Ahmad bin Hambal, orang itu telah dihukumi murtad dan kafir. Sedabgkan menurut Imam Abu Hanifah, Imam Malik bin Anas dan Imam Syafi'i, orang itu tidak dihukumi kafir. Orang itu dihukumi fasiq, pelaku dosa besar yang dosanya lebih besar daripada berzina, mencuri, minum arak, dan makan riba. Meskipun tidak dihukumi kafir, orang itu dipenjara sampai mau mengerjakan shalat, menurut Imam Abu Hanifah; dan dijatuhi hukuman mati setelah diberi waktu taubat tiga hari namun ia tetap tidak mau bertaubat dan mengerjakan shalat lagi, menurut Imam Malik dan Imam Syafi'i.

Dari kedua pendapat di atas, pendapat pertama lebih kuat lantaran dalil-dalil yang dijadikan pijakan secara sharih menegaskannya. Diantara dalil-dalil itu adalah firman Allah, "Maka jika orang-orang itu bertaubat, mendirikan shalat, dan membayar zakat, mereka adalah sudara-saudara kamu dalam dien.” (QS. At-Taubah: 11)
            Ayat ini mensyaratkan tiga perkara: bertaubat dari kemusyrikan, mengerjakan shalat, dan membayar zakat. Jika salah dari ketiga syarat ini tidak dipenuhi maka orang-orang kafir dan musyrik tidak menjadi saudara kita. Mereka tetap menjadi musuh kita karena mereka masih kafir dan musyrik.
Rasulullah SAW bersabda,”Sesungguhnya antar seseorang dan kesyirikan-kekafiran adalah meninggalkan shalat.”(Diriwayatkan oleh Imam Muslim).
            Maknanya, pembatas antara keimanan dan kesyirikan-kekafiran seseorang adalah shalat. Jika ia meninggalkannya, ia tidak lagi dihukumi sebagai orang yang beriman.
            Abdullah bin Syaqiq menyatakan,” Para sahabat Nabi saw memandang, hanya shalatlah amalan yang meninggalkan-nya adalah kekafiran.”(Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dan Al-Hakim).
            Demikianlah, shalat adalah amalan yang para ulama hampir sepakat menjadikannya syarat sah iman. Maknanya, jika seseorang tidak mengerjakan sama sekali-karena malas, imannya tidak sah. Meskipun ia mengucapkan dua kalimat syahadat dan mengerjakan amalan islam lainnya, tanpa mengerjakan shalat lima waktu, ia telah murtad.
            Hukum sembelihannya sama dengan huukum sembelihan orang kafir. Haram dimakan. Wallahu a’alam. 
Rubrik Konsultasi Islam diasuh oleh Ust. Imtihan Asy-Syafi’i MIF, Direktur Ma’had Aly An-Nuur Surakarta
{Majalah An-Najah Hal 56 / edisi 70 / Rajab 1432 H / Juli 2011 M}