Selasa, 24 September 2013

Kumpulan Kata Mutiara Islam (KKMI)





 Kumpulan Kata Mutiara Islam (KKMI) sebagai sarana untuk memotivasi dan intropeksi (muhasabah) agar dunia tak melalaikan diri kita dari menggapai jannah-Nya, akhiratlah nikmat yang takkan sirna.


1. Cobaan yang kau alami dalam hidupmu, Bukan untuk mengukur seberapa kuat fisikmu Atau seberapa hebat kemampuanmu  

Melainkan ujian untuk menguji hatimu, seberapa kuat kesabaranmu, seberapa hebat rasa syukurmu, dan seberapa besar pengharapanmu kepada Rabbmu.

2. Belilah surgamu sekarang juga. Mumpung 'pasar' masih dibuka selagi 'modal' masih tersedia karena kelak akan ada saatnya Pasar akan ditutup selamanya, Modal tak sedikitpun tersisa. 

#Amal adalah jual beli hamba dengan pencipta, Sedangkan umur adalah modal niaga.

3. Terkadang kelalaian mendera kita. Menganggap segalanya berjalan apa adanya. Tak ada kuasa Allah yang mengatur semuanya, Hingga suatu kali Allah hendak menyadarkan kita. Ada persoalan yang secara nalar kita sulit memecahkannya, lalu Allah membukakan hati kita untuk berdo'a dan Allah tunjukkan kuasa-Nya.

#Begitulah, masalah dan musibah adalah cara Allah mendidik kita, bahwa segala sesuatu berjalan atas kehendak-Nya. 

Dari: Ust. Abu Umar Abdillah {Pimred Majalah Islam Ar-risalah}

Senin, 22 Juli 2013

Siapa sebenarnya yang berhak memberikan fatwa??

Pertanyaan :
Siapa sebenarnya yang berhak memberikan fatwa dan apakah seorang imam(pemimpin) bertugas memberikan fatwa?

Jawab:
Fatwa artinya pengetahuan tentang kewajiban terhadap sebuah realita. Hal ini menuntut pengetahuan syariah secara detail sampai pada derajat mampu berijtihad. Pada dasarnya, fatwa dikeluarkan oleh seorang mujtahid. Apabila seorang mujtahid tidak ada maka dialihkan kepada orang yang lebih mendekati dan seterusnya. Dalam Islam, jabatan mujtahid merupakan jabatan yang paling tinggi. Predikat tersebut hanya diberikan kepada orang yang telah memenuhi syarat sebagai mujtahid, yaitu menguasai pengetahuan tentang Al Qur'an, As-sunnah, bahasa arab, kaidah ushul Fikih, ilmu Nasikh dan Mansukh, Ijmak dan Ihktilaf, serta mengetahui ilmu maqashid As-Syariah secara mendalam.

Fatwa juga menuntut pengetahuan yang benar tentang realitas di mana fatwa itu diterapkan. sebuah hukum bisa berubah seiring dengan waktu, tempat, dan kondisi. Seseorang yang tidak mengetahui waktu, realitas, kondisi, dan seluk-beluk orang yang meminta fatwa tidak layak untuk memberikan fatwa.

(Prof. Dr. Shalah Shawi)
# Buku " Mereka Bertanya Islam Menjawab" Hal 55 /Penerbit AQWAM / Cetakan VIII : Februari 2013 /Rabi'ul akhir 1434 H / Juli 2011 M}

Selasa, 12 Februari 2013

Hukum Meninggalkan Shalat Fardhu


Ustadz, apakah meninggalkan shalat (sama sekali tidak pernah mengerjakan shalat) dapat menyebabkan seseorang keluar dari agama islam (murtad)? Bagaimana dengan seseorang yang mengerjakan shalat namun tidak penuh lima waktu dalam sehari (bolong-bolong) dan halalkah kita memakan daging sembelihannya? (M. Hidayat-Riau)


Allhamdulillah. Semoga shalawat dan salam dilimpahkan kepada Rasulullah, para sahabat dan para pengikut setia beliau.
Para ulama sepakat, jika seseorang meninggalkan shalat karena juhud (tidak mengakui kewajibannya)-meskipun hanya sekali-maka ia dihukumi kafir. Sedangkan jika ia meninggalkannya karena malas, para ulama berbeda pendapat. Menurut Umar bin Khattab, Muadz bin Jabal, Abdullah bin Mas'ud, dan Imam Ahmad bin Hambal, orang itu telah dihukumi murtad dan kafir. Sedabgkan menurut Imam Abu Hanifah, Imam Malik bin Anas dan Imam Syafi'i, orang itu tidak dihukumi kafir. Orang itu dihukumi fasiq, pelaku dosa besar yang dosanya lebih besar daripada berzina, mencuri, minum arak, dan makan riba. Meskipun tidak dihukumi kafir, orang itu dipenjara sampai mau mengerjakan shalat, menurut Imam Abu Hanifah; dan dijatuhi hukuman mati setelah diberi waktu taubat tiga hari namun ia tetap tidak mau bertaubat dan mengerjakan shalat lagi, menurut Imam Malik dan Imam Syafi'i.

Dari kedua pendapat di atas, pendapat pertama lebih kuat lantaran dalil-dalil yang dijadikan pijakan secara sharih menegaskannya. Diantara dalil-dalil itu adalah firman Allah, "Maka jika orang-orang itu bertaubat, mendirikan shalat, dan membayar zakat, mereka adalah sudara-saudara kamu dalam dien.” (QS. At-Taubah: 11)
            Ayat ini mensyaratkan tiga perkara: bertaubat dari kemusyrikan, mengerjakan shalat, dan membayar zakat. Jika salah dari ketiga syarat ini tidak dipenuhi maka orang-orang kafir dan musyrik tidak menjadi saudara kita. Mereka tetap menjadi musuh kita karena mereka masih kafir dan musyrik.
Rasulullah SAW bersabda,”Sesungguhnya antar seseorang dan kesyirikan-kekafiran adalah meninggalkan shalat.”(Diriwayatkan oleh Imam Muslim).
            Maknanya, pembatas antara keimanan dan kesyirikan-kekafiran seseorang adalah shalat. Jika ia meninggalkannya, ia tidak lagi dihukumi sebagai orang yang beriman.
            Abdullah bin Syaqiq menyatakan,” Para sahabat Nabi saw memandang, hanya shalatlah amalan yang meninggalkan-nya adalah kekafiran.”(Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dan Al-Hakim).
            Demikianlah, shalat adalah amalan yang para ulama hampir sepakat menjadikannya syarat sah iman. Maknanya, jika seseorang tidak mengerjakan sama sekali-karena malas, imannya tidak sah. Meskipun ia mengucapkan dua kalimat syahadat dan mengerjakan amalan islam lainnya, tanpa mengerjakan shalat lima waktu, ia telah murtad.
            Hukum sembelihannya sama dengan huukum sembelihan orang kafir. Haram dimakan. Wallahu a’alam. 
Rubrik Konsultasi Islam diasuh oleh Ust. Imtihan Asy-Syafi’i MIF, Direktur Ma’had Aly An-Nuur Surakarta
{Majalah An-Najah Hal 56 / edisi 70 / Rajab 1432 H / Juli 2011 M}